Rabu, 15 Mei 2013
Tafsir Al-Fatihah
Rabu, 15 Mei 2013 by Unknown
AlFatihah Ayat 1
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Sejak dahulu sudah menjadi kebiasaan di
kalangan umat manusia bahwa pekerjaan-pekerjaan penting selalu dimulai dengan
menyebut nama para pembesar mereka untuk mendapat berkah darinya. Umpamanya,
para penyembah patung atau berhala, mencari berkah dengan nama atau dengan
kehadiran para kepala negara. Akan tetapi, Dzat yang lebih besar diantara
segala sesuatu yang besar adalah Allah SWT dimana kehidupan segala sesuatu yang
hidup ini bermula dari-Nya.
Bukan hanya kitab alam semesta, akan tetapi kitab syareat, yaitu Al-Quran dan
semua kitab samawi dimulai dengan nama-Nya. Islam mengajarkan kepada kita agar
pekerjaan-pekerjaan kita, yang kecil dan yang besar, makan dan minum, tidur dan
bangun, bepergian dan menaiki kendaraan, berbicara dan menulis, kerja dan
usaha, dan seterusnya hendaknya kita mulai dengan dengan menyebut nama Allah
(Bismillah).
Jika seekor binatang disembelih tanpa menyebut nama Allah, maka kita dilarang
memakan daging binatang tersebut. Kata-kata "Bismillah" tidak terbatas
pada agama Islam saja. Menurut ayat-ayat Al-Quran, kapal Nabi Nuh as juga
bergerak diawali dengan kalimat "Bismillah." Begitu juga surat Nabi
Sulaiman as kepada Ratu Balqis. "Bismillah adalah sebuah ayat lengkap, dan
bagian dari Surat Al-Fatihah.
Oleh
sebab itu, Ahlul Bait Nabi SAWW tidak menyukai orang yang tidak membacanya atau
membacanya dengan suara pelan di dalam salatnya. Mereka sendiri selalu membaca
ayat: "bismillahirrahmanirrahim" dengan suara keras di dalam setiap
salat yang mereka lakukan.
Ada beberapa hal yang dapat kita ambil sebagai pelajaran
dari ayat ini. Pertama: "Bismillah" merupakan sumber berkah
dan jaminan bagi setiap pekerjaan, juga merupakan tanda tawakkal kepada Allah
dan permohonan bantuan dari-nya. Kedua: "Bismillah" memberi
warna ketuhanan kepada setiap pekerjaan, dan menyelamatkan pekerjaan-pekerjaan
manusia dari bahaya syirik dan riya. Ketiga: "Bismillah"
artinya: Ya Allah aku tidak melupakan-Mu, maka janganlah Engkau melupakan
aku. Keempat: Orang yang mengucapkan "Bismillah"
berarti telah menggabungkan diri kepada kekuatan tak terbatas dan lautan rahmat
Ilahi yang tak bertepi.
AlFatihah Ayat 2
"Segala puji hanya bagi Allah Tuhan seluruh Alam."
Setelah menyebut nama Allah, maka kalimat pertama yang kita ucapkan ialah
syukur kepadanya. Allah Tuhan yang perkembangan dan kehidupan segala sesuatu di
jagad raya dan alam semesta ini bersumber darinya, baik alam benda mati maupun
benda hidup, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. Dia-lah yang
mengajarkan kepada lebah madu dari mana mencari makanan dan bagaimana cara
membuat sarang. Dia juga mengajarkan kepada semut bagaimana menyimpan
makanannya untuk musim dingin. Dia pulalah yang menumbuhkan batang-batang
gandum yang penuh dengan biji-biji hanya dari sebutir gandum, juga menumbuhkan
sebatang pohon apel dari sebutir biji apel.
Dia-lah yang menciptakan langit dengan kehebatan yang amat besar ini dan
menetapkan garis peredaran setiap bintang dan setiap galaksinya. Dia-lah yang
menciptakan kita dari setetes air yang memancar dan menumbuhkan kita di dalam
perut ibu selama kurang lebih 6 hingga 9 bulan. Lalu setelah kita lahir ke
dunia Dia pun menyediakan segala keperluan untuk perkembangan kita. Dia
membentuk badan kita sedemikian rupa sehingga mampu mempertahankan diri dari
kuman-kuman penyebab penyakit dan jika salah satu tulang tubuh kita patah atau
retak, maka tubuh kita memiliki kemampuan untuk mengatasinya sedemikian
rupa. Kemudian jika tubuh memerlukan darah maka
secara alami ia memproduksinya untuk memenuhi keperluan tersebut.
Meski demikian, yang berada di tangan Allah bukan hanya perkembangan dan
pemeliharan tubuh kita saja, karena Dia juga menciptakan akal dan perasaan
untuk kita lalu mengutus para nabi dan menurunkan kitab-kitab samawi untuk
membina kita.
Dari ayat ini ada satu hal yang dapat kita petik sebagai pelajaran yaitu
bahwa ketergantungan kita dan seluruh alam semesta ini kepada Allah.
Bukan hanya pada saat perciptaan, akan tetapi perkembangan dan keterpeliharaan
kita juga datang dari-Nya. Oleh karena itu, hubungan Allah dengan
segala yang maujud ini bersifat selamanya dan kekal.
Atas dasar ini pula kita harus mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Bukan
hanya di dunia, di hari akhiratpun ucapan para penghuni surga ialah
alhamdulillahi rabbil alamiin.
AlFatihah Ayat 3
"Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."
Allah yang kita imani ialah Wujud yang penuh kasih sayang, cinta, maaf dan
ampunan. Contoh-contoh rahmat dan cinta-Nya terdapat di dalam kebesaran
nikmat-nikmatNya yang tak terhingga untuk kita. Bunga-bunga yang indah berbau
harum, buah-buahan yang manis dan lezat rasanya, berbagai bahan makanan yang
lezat dan bergizi, bahan-bahan pakaian yang beraneka warna, dan lain sebagainya
adalah anugerah yang diberikan Allah kepada kita.
Kecinta seorang ibu kepada anaknya Dia tanamkan di dalam sanubari ibu kita,
sedangkan Allah sendiri memiliki cinta yang jauh lebih besar daripada kecintaan
ibu kepada anaknya. Kemurkaan dan siksaannya pun datang dari tindakan Allah
yang bertujuan memperingatkan dan adanya perhatian Allah terhadap kita.
Bukannya karena sifat dendam atau niat menuntut balas.
Oleh karena itu jika kita bertaubat dan menutupi kesalahan yang kita
lakukan maka Allah pasti akan mengampuni dan menghapus kesalahan. Dari
ayat ini dapat kita ambil pelajaran bahwa Allah selalu mendidik dan memelihara
segala yang maujud ini dengan rahmat dan mahabbah, karena di samping sifatnya
sebagai Rabbul Alamin, penguasan dan pemeliharaan semesta alam, Dia juga
menyebut diri-Nya sebagai Arrahman dan Arrahim, Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang.
Oleh karena itu jika para pengajar dan pendidik ingin mendapatkan sukses,
maka mereka harus bekerja berdasarkan mahabbah dan kasih sayang.
AlFatihah Ayat 4
"Pemilik hari pembalasan."
Kata-kata 'din' berarti mazhab atau agama juga berarti pembalasan. Adapun
yang dimaksudkan dengan Yaumiddin ialah Hari Qiyamat yang merupakan hari
perhitungan pemberian pahala dan pembalasan.
Meskipun Allah SWT adalah pemilik dan penguasa dunia sekaligus pemilik
Akhirat, namun kepemilikan dan kekuasaan-Nya di hari Qiyamat memiliki bentuk
yang berbeda. Di hari itu tak ada siapa pun yang menguasai sesuatu. Harta
kekayaan dan anak sama sekali tidak memiliki peran. Sahabat dan kerabat tak
memiliki kekuasaan apapun. Bahkan seseorang tidak memiliki kekuasaan terhadap
anggota tubuhnya sendiri. Lidah tak diizinkan untuk mengucapkan permohonan
ampun. Tidak pula pikiran memiliki kesempatan untuk berpikir. Hanya Allah yang
memiliki kekuasaan penuh di hari itu.
Dari ayat ini terdapat beberapa hal yang dapat kita pelajara. Pertama,
di samping harapakan akan rahmat Allah yang tak terbatas sebagaimana yang
dipaparkan dalam ayat sebelumnya, kita juga harus merasa takut kepada perhitungan
dan pembalasan hari kiamat. Kedua, dengan beriman kepada hari
kiamat kita tidak perlu cemas bahwa perbuatan-perbuatan baik kita tidak akan
memperoleh balasan atau pahala. Ketiga, Allah SWT Maha Mengetahui
segala perbuatan baik dan buruk yang kita lakukan dan Dia Maha Mampu untuk
memberikan balasan dan pahala.
AlFatihah
Ayat 5
|
||||
"Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada-Mu-lah kami
meminta pertolongan."
Di dalam ayat-ayat yang lalu Allah telah kita kenal
bahwa Dia itu Rahman dan Rahim serta Rabbul `Alamin juga Maliki Yaumiddin.
Sementara oleh karena kehebatan ciptaan-Nya dan nikmat-nikmat-Nya yang tak
terhitung yang Dia curahkan kepada kita, maka kita mengucapkan syukur dan
pujian kepadanya dengan mengatakan Alhamdulillahi rabbil `alamin.
Sudah sepatutnyalah jika sekiranya kita menghadapkan
diri kita kepadanya, dan seraya mengakui ketidakmampuan dan kelemahan kita
maka kita juga mengatakan bahwa kita adalah hamba-hamba-Nya yang tulus. Kita
ucapkan, Ya Allah, hanya dihadapan perintah-Mu-lah kami menundukkan kepala,
bukan dihadapan perintah selain-Mu. Kami bukanlah hamba-hamba emas dan
kekayaan duniawi juga bukan budak-budaknya kekuatan dan kekuasaan imperialis.
Oleh karena solat yang merupakan manifestasi ibadah dan
penyembahan Tuhan ditunaikan secara berjamaah maka umat Islam satu suara di
dalam satu barisan secara kompak menyatakan 'iyyaaka na'budu wa iyyaaka
nasta'iin' , yaitu bahwa bukan hanya aku melainkan kami semua adalah
hamba-hamba-Mu dan kepada-Mulah kami memohon pertolongan. Ya Allah
bahkan ibadah yang kami tunaikan ini pun adalah berkat pertolongan-Mu.
Jika Engkau tidak menolong kami, niscaya kami akan menjadi hamba dan budak
selain-Mu.
Kesimpulan yang dapat diambil sebagai pelajaran dari
ayat ini ialah sebagai berikut:
Pertama, meskipun undang-undang yang menguasai alam materi dan
formula-formula fisika dan kimia kita yakini, namun semua itu berada di bawah
kekuasaan Allah dan di bawah kehendak-Nya. Karenanya, kita harus berserah
diri kepada Allah, bukan kepada alam. Hanya kepada Allah kita memohon
bantuan, termasuk dalam urusan materi.
Kedua, jika dalam setiap solat dengan sepenuh hati dan
khusyuk kita nyatakan bahwa kita hanya menghambakan diri kepada Allah, maka
kita tidak akan menjadi orang yang congkak dan takabur.
|
||||
AlFatihah
Ayat 5
|
||||
"Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada-Mu-lah kami
meminta pertolongan."
Di dalam ayat-ayat yang lalu Allah telah kita kenal
bahwa Dia itu Rahman dan Rahim serta Rabbul `Alamin juga Maliki Yaumiddin.
Sementara oleh karena kehebatan ciptaan-Nya dan nikmat-nikmat-Nya yang tak terhitung
yang Dia curahkan kepada kita, maka kita mengucapkan syukur dan pujian
kepadanya dengan mengatakan Alhamdulillahi rabbil `alamin.
Sudah sepatutnyalah jika sekiranya kita menghadapkan
diri kita kepadanya, dan seraya mengakui ketidakmampuan dan kelemahan kita
maka kita juga mengatakan bahwa kita adalah hamba-hamba-Nya yang tulus. Kita
ucapkan, Ya Allah, hanya dihadapan perintah-Mu-lah kami menundukkan kepala,
bukan dihadapan perintah selain-Mu. Kami bukanlah hamba-hamba emas dan
kekayaan duniawi juga bukan budak-budaknya kekuatan dan kekuasaan
imperialis.
Oleh karena solat yang merupakan manifestasi ibadah dan
penyembahan Tuhan ditunaikan secara berjamaah maka umat Islam satu suara di
dalam satu barisan secara kompak menyatakan 'iyyaaka na'budu wa iyyaaka
nasta'iin' , yaitu bahwa bukan hanya aku melainkan kami semua adalah
hamba-hamba-Mu dan kepada-Mulah kami memohon pertolongan. Ya Allah
bahkan ibadah yang kami tunaikan ini pun adalah berkat pertolongan-Mu.
Jika Engkau tidak menolong kami, niscaya kami akan menjadi hamba dan budak
selain-Mu.
Kesimpulan yang dapat diambil sebagai pelajaran dari
ayat ini ialah sebagai berikut:
Pertama, meskipun undang-undang yang menguasai alam materi dan
formula-formula fisika dan kimia kita yakini, namun semua itu berada di bawah
kekuasaan Allah dan di bawah kehendak-Nya. Karenanya, kita harus berserah
diri kepada Allah, bukan kepada alam. Hanya kepada Allah kita memohon
bantuan, termasuk dalam urusan materi.
Kedua, jika dalam setiap solat dengan sepenuh hati dan
khusyuk kita nyatakan bahwa kita hanya menghambakan diri kepada Allah, maka
kita tidak akan menjadi orang yang congkak dan takabur.
|
||||
AlFatihah
Ayat 6
|
||||
"Tunjukilah kami jalan yang lurus"
Untuk kehidupan manusia terdapat bermacam-macam jalan.
Jalan yang ditentukan sendiri oleh manusia berdasarkan keinginan dan
tuntutan-tuntutan pribadi, jalan yang dilalui oleh masyarakat, jalan yang
dilewati oleh orang-orang tua dan orang-orang bijak kita, jalan yang
digariskan untuk masyarakat oleh para taghut dan penguasa lalim, jalan
kelezatan lahiriyah duniawi, atau jalan uzlah atau pengasingan diri dari
segala bentuk aktifitas sosial.
Di antara sekian banyak jalan dan berbagai cara hidup,
apakah manusia tidak memerlukan petunjuk untuk dapat menemukan jalan yang
lurus? Allah telah mengutus para nabi dan menurunkan kitab-kitab
samawi. Dan hidayah kita terletak pada ketaatan dan kesungguhan kita
dalam mentaati Rasulullah SAWW, Ahlul Bait, dan AlQuranul Karim. Oleh
sebab itulah dalam setiap salat kita memohon kepada Allah agar menunjuki kita
jalan-Nya yang terang dan lurus.
Jalan lurus adalah jalan tengah dan moderat.
Jalan yang lurus berarti jalan keseimbangan dan kemoderatan di dalam segala
urusan serta keterjauhan dari segala bentuk sifat ekstrim. Sebagian
orang dalam menerima pokok-pokok akidah mengalami penyimpangan, sementara
sebagian yang lain dalam amal perbuatan dan akhlak, dan yang lain menisbatkan
segala perbuatan kepada Allah sehingga menurut mereka manusia tak lagi
memiliki kehendak dan peran dalam menentukan nasib sendiri. Ada pula
orang lain yang menganggap dirinyalah yang menentukan segala urusan dan
pekerjaan sehingga menurut mereka Allah SWT tak lagi memiliki peran sama
sekali.
Sebagian orang kafir menganggap para pemimpin agama
Ilahi sebagai manusia biasa dan bahkan martabatnya lebih rendah lagi, sebagai
orang gila, misalnya. Di lain pihak, sebagian orang yang mengaku
beriman menganggap beberapa nabi seperti Nabi Isa Al-Masih as sedemikian
tinggi derajatnya sehingga mencapai batas ketuhanan. Pikiran
semacam ini menunjukkan penyimpang dari jalan yang lurus yang dicontohkan
oleh Rasulullah SAWW dan Ahlul Bait as.
Al Qur'an Al Karim juga memerintahkan kita agar menjaga
keseimbangan dan jalan tengah dalam urusan ibadah, ekonomi dan sosial.
Beberapa ayat berikut ini adalah contoh yang akan kita tampilkan: Di dalam
ayat 31 surat Al-A'raf, Allah SWT berfirman yang artinya:"Makan dan
minumlah, akan tetapi janganlah kalian berlebihan". Di dalam ayat 110
surat Al-Isra' Allah SWT berfirman yang artinya: "Janganlah kalian
meninggikan bacaan shalat kalian dan janganlah memelankannya. Carilah jalan
tengah di antara keduanya". Demikian pula di dalam ayat 67 surat
Al-Furqan, Allah SWT berfirman: "Dan orang-orang yang jika
menafkahkan harta, tidak berlebihan dan tidak pula terlalu kikir. Mereka
mengambil jalan tengah di antara keduanmya".
Islam sangat menekankan agar anak berbakti dan berlaku
baik terhadap kedua orang tuanya, dan berkata, `wabil waalidaini ihsaanaa`
yang artinya, "Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua".
Sungguhpun demikian, Al Qur'an juga mengatakan, `falaa thuti` humaa
artinya, "Jangan engkau mentaati keduanya", yaitu ketika kedua
orang tua mengajak kepada perbuatan tidak baik.
Kepada orang yang mengejar ibadah dengan mengasingkan
diri dari masyarakat, atau orang yang beranggapan bahwa mengabdi kepada
rakyat adalah satu-satunya ibadah, Al Qur'an mengajukan shalat dan zakat
secara bergandengan dalam ayatnya yang berbunyi, `aqiimush shalata wa
aatuz zakaah` artinya "Dirikanlah shalat dan keluarkanlah
zakat".
Kita tahu bahwa salat adalah hubungan antara makhluk
dengan Khaliq. Sedangkan zakat adalah hubungan antara sesama makhluk.
Orang-orang beriman yang sebenarnya adalah mereka yang memiliki dua unsur
sekaligus, yaitu daya tolak dan daya tarik. Di dalam ayat terakhir surat
Al-Fath, Allah SWT berfirman,
"Muhammad adalah utusan Allah. Dan orang-orang
yang bersamanya bersifat keras terhadap orang-orang kafir tetapi berlemah
lembut terhadap sesama".
Adapun poin yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari ayat ke 6 surat
Al-Fatihah ini adalah sebagai berikut:
Pertama, jalan kebahagiaan adalah jalan yang lurus yaitu shirat
al-mustustaqim. Karena:
- Jalan
Allah yang lurus bersifat tetap, berbeda dengan jalan-jalan atau cara hidup
yang dibuat oleh manusia yang setiap saat berubah-ubah.
- Jarak
terpendek antara dua titik adalah garis lurus yang merupakan sebuah jalan
yang tidak lebih dan sama sekali tidak memiliki belokan dan tanjakan.
Sehingga dalam waktu yang sangat singkat ia akan membawa manusia sampai ke
tujuan.
Kedua, dalam memilih jalan juga dalam usaha bertahan untuk
tetap berada di atas jalan yang lurus, kita harus memohon pertolongan dari
Allah. Karena kita selalu berada dalam ancaman kekeliruan dan kesesatan. Dan
jangan dikira bahwa selama ini kita tidak pernah mengalami kesesatan dan
penyimpangan dan kita pun akan selamanya berada di jalan yang lurus. Betapa
banyak manusia di antara kita yang telah menghabiskan sebagian umurnya dengan
iman, namun dia melupakan Allah ketika telah memperoleh kekayaan atau pangkat
dan kedudukan.
Oleh karena pengenalan jalan yang lurus adalah
pekerjaan yang sulit, maka ayat selanjutnya selain menampilkan para teladan
bagi kita agar dapat mencontoh mereka dalam rangka menemukan jalan yang lurus
ini, juga menampilkan orang-orang yang menyimpang dari jalan ini agar kita
tidak tersesat seperti mereka.
|
||||
AlFatihah
Ayat 7
|
||||
"
"Yaitu jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula
jalan orang-orang yang sesat".
Dalam memilih jalan kehidupan, manusia terbagi menjadi
tiga golongan. Golongan pertama ialah orang-orang yang memilih jalan Allah,
dan meletakkan kehidupan pribadi dan masyarakat mereka di atas dasar
undang-undang dan perintah-perintah yang telah Allah jelaskan di dalam
Kitab-Nya. Golongan ini selalu tercakup oleh rahmat dan nikmat Ilahi yang
khusus.
Golongan kedua berada di dalam keadaan yang berlawanan
dengan golongan pertama. Mereka ini meskipun mengetahui adanya kebenaran,
namun tetap saja menolak Allah bahkan lari menuju kepada selain-Nya. Mereka
ini lebih mengutamakan hawa nafsu mereka, hasrat buruk orang-orang dekat dan
keluarga serta masyarakat mereka daripada keinginan dan kehendak Allah SWT.
Kelompok ini secara perlahan memperlihatkan akibat-akibat
perbuatan dan perilaku mereka di dalam keberadaan mereka. Sedikit demi
sedikit mereka menjauh dari shirath al-mustaqhim dan bukan menuju ke
arah rahmat Allah SWT dan rahmat-Nya. Mereka terpelosok masuk ke jurang
kesengsaraan dan kesusahan serta menjadi sasaran kemurkaan dan kemarahan
Ilahi yang disebut oleh ayat ini sebagai orang yang `maghdluubi 'alaihim`,
orang-orang yang dimurkai.
Sementara itu, kelompok ketiga ialah orang-orang yang
tidak memiliki jalan yang jelas dan tertentu. Mereka ini disebut sebagai
orang-orang yang bingung dan tidak mengetahui. Di dalam ayat ini, mereka
disebut sebagai `dlollin`, atau orang-orang yang sesat.
Dalam setiap salat kita mengatakan, `ihdinash
shiraathal mustaqiim`, yang artinya, "Ya Allah tunjukilah kami jalan
yang lurus". Jalan yang dilalui oleh para Nabi, auliya', orang-orang
suci dan orang-orang yang lurus. Mereka yang selalu berada di bawah
curahan rahmat dan nikmat-nikmat khusus-Mu. Dan jauhkanlah kami dari jalan
orang-orang yang telah menyimpang dari kemanusiaan dan menjadi sasaran
kemurkaan-Mu, juga dari jalan orang-orang yang kebingungan dan sesat.
Siapakah orang-orang yang sesat itu? Di dalam Al Qur'an
banyak kelompok dan kaum yang disebut dengan sebutan di atas. Di sini kita
akan menyinggung salah satu contohnya yang jelas dan nyata.
Al Qur'an menyebut Bani Israil, yang sejarah kehidupan
mereka berada di bawah kekuasaan Fir'aun hingga mereka diselamatkan oleh Nabi
Musa AS, sebagai umat yang pernah memperoleh rahmat dan anugerah Allah yang
tak terhingga berkat ketaatan mereka kepada perintah-perintah-Nya. Bahkan
Allah SWT telah melebihkan mereka dari segenap bangsa di atas muka bumi. Hal
ini dapat kita baca dalam ayat 47 surat Al-Baqarah yang artinya:
"Wahai
Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang ku berikan kepada kalian dan bahwa Aku
telah mengutamakan kalian di atas segenap penghuni alam".
Akan tetapi karena perbuatan dan tingkah mereka
di kemudian hari, maka Bani Israil ini juga ditimpa murka Ilahi. Dalam hal
ini Allah SWT berfirman,
`Wa baauu bi ghadlabin minallaah`. Artinya, "Merekapun ditimpa
murka Allah". Karena para pemuka agama Yahudi suka mengubah-ubah
ajaran-ajaran samawi di dalam kitab Taurat, `yuharriful kalima 'an
mawaadli'ihi`. Selain itu, mereka juga suka memakan uang hasil riba dan
perbuatan-perbuatan haram lainnya, `wa aklihimur riba` .
Kemudian, masyarakat umum Yahudi pun di kemudian
harinya juga suka memburu kesenangan duniawi dan terbuai oleh kemewahan hidup
sehingga mereka enggan berjuang membela agama dan tanah air. Karenanya,
ketika Nabi Musa as mengajak mereka untuk berjuang mengusir penjajah dari
tanah air mereka, mereka berkata, “Idzhab anta wa rabbuka faqaatilaa innaa
hahunaa qoo'iduun”, artinya, “Pergilah kamu dan Tuhanmu untuk berperang,
sedangkan kami akan menunggu di sini”.
Orang-orang yang tergolong baik diantara umat Yahudi
ini juga diam tanpa berbuat sesuatu saat menyaksikan penyimpangan dan
kesesatan ini. Akibatnya, kaum ini juga terperosok ke dalam jurang kehinaan
padahal sebelumnya mereka berada di puncak kemuliaan
Beberapa hal berikut ini dapat kita jadikan sebagai
pelajaran dari ayat yang telah kita pelajari ini.
Pertama, dalam memilih jalan yang lurus, kita memerlukan
teladan yang telah disebutkan oleh Allah di dalam ayat 69 surat An-Nisa',
yaitu para Nabi, shiddiqiin (orang-orang yang mengakui kebenaran), syuhada'
dan sholihin. Mereka adalah orang-orang yang selalu mendapatkan
rahmat, inayah, dan nikmat-nikmat Allah SWT.
Kedua, meskipun segala sesuatu yang datang dari Allah SWT
merupakan nikmat, namun kemurkaan Alah akan datang menimpa kita jika maksiat
kita lakukan. Oleh karena itu, berkenaan dengan nikmat Ilahi, Al Qur'an
mengatakan, `an'amta` artinya, "Engkau telah memberi
nikmat". Namun, ketika berbicara tentang kemurkaan Al Qur'an tidak
mengatakan `ghadlibta` yang artinya, "Engkau telah murka",
melainkan mengatakan `maghdlubi alaihim`. Kata-kata `maghdlubi
alaihim adalah sifat yang menunjukkan lebih kekalnya kemurkaan
tersebut.
|
||||
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Tafsir Al-Fatihah”
Posting Komentar